Monday, April 10, 2006

SEKOLAHKU, KAWAH CANDRADIMUKAKU

Apakah sekolah inklusi serta-merta "ramah" kepada penyandang cacat? Atau, fasilitas dan pelayanannya sama saja dengan sekolah terpadu biasa? Lantas, bagaimana halnya dengan sekolah luar biasa yang sudah lebih dahulu mengibarkan bendera penyandang cacat?
Untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, Mitra Netra On Line mengunjungi tiga buah sekolah. Ketiganya telah mencakup sekolah inklusi, sekolah terpadu dan sekolah luar biasa. Sekolah-sekolah tersebut ialah Sekolah Menengah Atas Negeri 66 (SMAN 66) PONDOK LABU JAKARTA SELATAN, Sekolah Menengah Atas Persatuan Guru Republik Indonesia 3 (SMA PGRI 3) Pondok Labu Jakarta Selatan dan Sekolah Luar Biasa Untuk Tunanetra Pembina Tingkat Nasional (SLB-A PTN) Lebak Bulus Jakarta Selatan.
"Kelebihan yang boleh kita acungi jempol di situ cuma got yang di sekolah itu ditutup. Jadi itu tidak membahayakan," kata Aris Yohanes, tunanetra siswa SMAN 66 Jakarta. Sedangkan fasilitas lain menurutnya masih kurang memudahkannya. "Di sini yang membahayakan buat tunanetra itu banyak tiang-tiang penyangga gedung. Saya pernah nabrak itu," ujar Aris lagi.
Menyoroti hal lain, teman sekolah Aris yang low vision bernama M. Ikhwan Toriqo menilai pelayanan guru-guru kepada penyandang cacat di sekolahnya cukup baik. "Kalau gurunya untuk sementara ini bagus, terutama untuk menangani kelas 3. Ada semangat," tuturnya. Bahkan menurut Riqo, ada guru yang berusaha keras untuk membuatkannya peta timbul.
Ketika hal yang sama ditanyakan pada M. Arif Budiman, siswa tunanetra di SMA PGRI, Arif mengatakan bahwa sekolahnya sama sekali tak memperhatikan masalah aksesibilitas. "Tidak ada, karena ’kan bukan sekolah yang ditunjuk untuk inklusi," ujarnya. Walaupun demikian, siswa yang baru duduk di kelas 1 itu mengaku dapat menyesuaikan diri sehingga proses belajarnya tetap lancar. Menurut Arief, ia hanya perlu lebih berhati-hati terhadap pintu teralis besi di beberapa ruang sekolahnya yang membuka ke arah luar.
Mitra Netra On Line memang menemukan pilar-pilar dan pintu besi tersebut. Meskipun demikian, ternyata beberapa pimpinan sekolah mereka beralasan senada. "Kami mempunyai suatu tujuan agar mereka itu tidak terlalu tergantung. Itu pengalaman saya!" ujar Warsito Jati, Kepala Urusan Kesiswaan SMA PGRI 3 Jakarta.

Read more on: www.mitranetra.or.id/news
Masuk sekolah baru pastinya menjadi hal yang membuat seseorang "nervous" dan tentunya seneng... masuk sekolah baru berarti gedung baru, teman baru, kenalan sama banyak orang..
Ngga pernah kebayang, kalo oneday aku masuk ke satu lingkungan baru yang aku ngga tau bagaimana keadaannya, siapa teman-teman baru itu, seperti apa rupa mereka, bahasa tubuhnya, bagaimana cara berkenalan dengan mereka......nervous, ngga usah ditanya lagi..malu, pasti dong.., dan akhirnya STRESS!!!
Kebayang dong..ketika teman2 kita yang tunanetra--yang hanya tau dunia seluas jangkaan tangan dan kakinya--ketika mereka masuk ke suatu sekolah baru atau lingkungan yang baru, misalnya sekolah, mereka jadi malu, dan akhirnya jadi orang yang kuper.
Kok bisa ya??
bisa dong, kalo minta di anter kemana-mana pastinya malu, karena jadi tergantung sama orang lain. Jadi daripada minta bantuan terus, mendingan diem aja...
Kenapa siy, kita ngga coba untuk menawarkan bantuan??
Diatanya aja apa yang bisa dibantu...
Pada dasarnya tunanetra juga kan sama seperti kita, yang berpenglihatan.
Mereka hanya memiliki kebutuhan yang khusus bukan kebutuhan yang berbeda.
Bedanya, kita bisa melihat semua objek dengan jelas sedangkan mereka belum tentu bisa sejelas kita.
Untuk itu, sebelum seorang tunanetra masuk ke suatu lingkungan yang baru, ada pelatihan yang namanya orientasi mobilitas (OM) latihan ini fungsinya untuk memperkenalkan lingkungan yang baru--secaa lebih terperinci tentunya--kepada tunanetra.
Misalnya, kalo kita masuk sekolah baru, kan ada masa orientasi, diperkenalkan fasilitas sekolah dan tata letaknya..
untuk kita itu sudah sangat jelas, kalo untuk tunanetra...
kita menjelaskannya, dengan cara, misalnya..
ini kelas yang baru (sambil tangannya dibimbing untuk memegang pintu kelas), kelas ini disebelah kirinya lab kimia, sebelah kanannya, kantin. Ada 4 deret meja, meja guru ada di pojok kiri kelas...
Mungkin beberapa orang akan bilang.."ya.. memotivasi diri, dong supaya ngga malu"
Maaf kalo aku salah, tapi bukankah ketika kita memotivasi diri kita, kita juga perlu reward dan dukungan dari orang lain??
Kalo selama ini kita bersikukuh, bahwa semua itu bukan tugas kita (maksudku untuk membantu mereka jadi mandiri) coba deh..Apa enaknya, kita maju, tau ini itu sedangkan di dekat kita ada orang yang ngga tau apa yang kita bicarakan... ngga seru juga kan...

0 Comments:

Post a Comment

<< Home